Biografi buya hamka ( abdul malik karim amrullah )
Dikutip dari buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka karya Rusydi Hamka (2017), Abdul Malik Karim Amrullah adalah putra dari Dr. Syaikh Abdulkarim Amrullah dan Siti Shafiyah yang lahir di Agam, 17 Februari 1908.
Sang ayah, Syaikh Abdulkarim Amrullah terkenal dengan sebutan Haji Rasul di waktu mudanya. Sebab beliau mempelopori gerakan menentang ajaran Rabithah, yakni sebuah gerakan yang menghadirkan guru dalam ingatan. Sedangkan sang ibu, Siti Shafiyah berlatar belangak dari keluarga seniman.
Malik yang sering dikenal Hamka lahir di era pergerakan, sehingga sejak kecil dia sudah terbiasa mendengar perdebatan-pedebatan yang sengit antara kaum muda dan kaum tua tentang paham-paham agama.
Pada tahun 1918, tatkala Hamka berusia 10 tahun, ayahnya mendirikan pondok pesantren di Padang Panjang dengan nama “Sumatera Thawalib”. Sejak saat itu, Hamka menyaksikan kegiatan ayahnya nmenyebarkan paham dan keyakinannya.
Akhir tahun 1924, Hamka yang berusia 16 tahun diberangkatkan ke Yogyakarta. Di sana, dia berkenalan dan belajar dengan pergerakan Islam modern kepada H.O.S. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto, dan H. Fakhruddin. Mereka semua mengadakan kursus penggerakan di Gendong Abdi Dharmo di Pakualaman. Dari mereka, Hamka mengenal perbandingan antara Politik Islam, yakni Syarikat Islam Hindia Timur dan gerakan Sosial Muhammadiyah.
Setalah beberapa lama di Yogyakarta, dia berangkat menuju Pekalongan, menemui guru sekaligus suami kakaknya A.R. Sutan Mansur, ketika dia menjadi ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan. Di sanalah Hamka berkenalan dengna Citrosuarno, Mas Ranuwiharjo, Mas Usman Pujotomo, dan mendengar tentang kiprah seorang pemuda bernama Muhammad Roem.
Pada Juli 1925, Hamka kebali ke Padang Panjang dan turut mendirikan Tabligh Muhammadiyah di rumah ayahnya. Kemudian pada Februari 1927, Hamka berangkat ke Makkah. Dia menetap selama 7 bulan dan pulang pada Juli 1927. Setelah pulang dari Makkah, Hamka bekerja sebagai penulis di Majalah Peita Andalas, Medan.
Pada 5 April 1929, Hamka menikah dengan Siti Ragam. Usai menikah, Hamka aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah dan ditinjuk untuk menjadi ketua cabang Padang Panjang.
Karirnya tak sampai di situ saja, Hamka dipilih untuk menjadi ketua umum Majelis Ulama Indonesia pada ta tauhn 1975 dan menjabat selama 5 tahun.